28 Februari 2017

Awas Kebanjiran!

Sebagai orang Bogor, saya kaget dan sedih melihat berita banjir besar di Bogor kemarin :( Sebelum baca tulisan ini, boleh ya minta waktunya untuk mendoakan semua pihak yang terimbas banjir baik di Bogor maupun daerah lainnya. Semoga yang kehilangan diberi kekuatan dan ganti yang lebih baik, dan semoga kita sekeluarga diberi keselamatan di musim hujan ini. Aamiin..

Nah, sekarang saya mau bahas ancaman banjir yang lainnya nih. Ancaman banjir yang ini hujannya nggak cuma di awal tahun aja, tapi 24/7 alias terus-menerus setiap hari sepanjang hari. Apa hayooo?

Yak, kali ini saya mau ngomongin tentang "hujan" informasi yang berpotensi bikin kita --para orang tua millenials-- terkena banjir informasi. Banjir informasi ini kemudian bisa bikin kita pusing, ketakutan, atau baper.

Coba yuk kita cek, pernah nggak mengalami hal ini?

  • Membaca broadcast message di grup WhatsApp tentang sesuatu yang kita nggak butuhin informasinya.
  • Jadi parno karena berita-berita serem yang disebarin lewat broadcast message.
  • Bingung membaca broadcast message mengenai parenting yang isinya beda-beda antara satu sumber dengan sumber lain.
  • Merasa "salah" atau "gagal" jadi orang tua karena apa yang dilakukan (dan hasilnya) beda sama ibu-ibu ciamik di Instagram.
  • Baper liat kehidupan orang lain di media sosial.
Kemungkinan besar kita pernah mengalami setidaknya satu atau dua di antara daftar tadi ya. Kalo saya sih pernah banget ahahaha.. Itu adalah beberapa contoh "kebanjiran informasi" lho..

Terus gimana dong supaya nggak kebanjiran informasi?
Nah, supaya nggak kebanjiran informasi kita perlu punya kemampuan literasi informasi yang baik.
Literasi informasi adalah kemampuan untuk mengenali kapan suatu informasi dibutuhkan serta menemukan, mengevaluasi, dan menggunakan informasi yang dibutuhkan tersebut secara efektif (American Library Association Presidential Committee on Information Literacy, 1989).
Poin pertama dari literasi informasi adalah "mengenali kapan suatu informasi dibutuhkan". Ini sejalan sama apa yang saya pelajari waktu kuliah bahwa informasi itu ada tiga macam:
  1. Informasi yang penting untuk diketahui
  2. Informasi yang "nice to know" aja
  3. Informasi yang nggak perlu diketahui
Di era media sosial dan infinite scroll kayak sekarang, poin "mengenali kapan suatu informasi dibutuhkan" jadi penting yah.. Pas lagi scrolling seringkali informasi yang muncul adalah informasi yang saat itu sebetulnya nggak kita butuhin bahkan nggak perlu kita tahu tapi karena keliatan jadi seolah-olah informasinya penting, apalagi kalo temen-temen kita pada share atau komen kan ðŸ˜œ

Nah, karena itu ada baiknya sebelum buka media sosial atau browser kita tahu informasi apa yang lagi kita butuh, jadi kita nggak buang-buang waktu untuk scrolling tanpa akhir tapi nggak dapet informasi yang dibutuhin. Tahu informasi apa yang dibutuhkan juga menghindarkan kita dari fear of missing out alias takut ketinggalan apa-apa yang lagi hits. Toh apa yang jadi tren dan dilakukan banyak orang bukan berarti pasti cocok dan baik untuk kita kan ðŸ˜Š

Poin berikutnya adalah "menemukan, mengevaluasi, dan menggunakan informasi yang dibutuhkan tersebut secara efektif". Ini saya pecah lagi dan bahas masing-masing ya..

Tentang "menemukan informasi", kalau sudah tahu informasi apa yang kita butuhkan, langkah berikutnya adalah tahu di mana informasi itu bisa didapatkan. Sekarang mah banyak banget kan ya pilihannya, bisa nanya ke orang, nyari di internet, baca buku, atau lainnya. Nah, untuk menemukan informasi ini yang perlu diperhatikan adalah mengecek kredibilitas sumber. Walaupun mungkin agak repot, ada baiknya selalu cek bagian "About" di suatu situs untuk tahu siapa penulis situs itu. Atau bisa juga langsung merujuk ke situs-situs milik lembaga terpercaya yang menyediakan informasi yang kita butuhkan.

Lalu selanjutnya tentang "mengevaluasi informasi". Seringkali kita menemukan informasi yang berbeda-beda mengenai sesuatu. Misalnya nih, lagi nyari informasi tentang MPASI trus nemu bermacam metode, kan jadi perlu mengevaluasi ya mana yang mau diikuti. Untuk mengevaluasi informasi ini, kuncinya jangan malas membaca dan berpikir. Baca penjelasan secara menyeluruh sampe paham latar belakang dan intinya, cross check dan bandingkan dengan sumber-sumber lain, lalu buatlah kesimpulan sendiri. Kalau perlu, susunlah pertanyaan-pertanyaan yang akan membantu untuk menyusun informasi. Take everything with a grain of salt. Jangan langsung menerima, tapi juga jangan langsung menolak.

Mengevaluasi informasi dan bikin kesimpulan dari berbagai informasi yang didapat akhirnya akan membantu kita menggunakan informasi dengan efektif untuk menjawab kebutuhan kita.

Oh iya, "menggunakan informasi dengan efektif" ini menurut saya juga termasuk memilah informasi apa yang perlu kita bagikan :) Kalau kita masih suka repost informasi nggak jelas yang kurang bermanfaat buat orang lain atau masih suka meneruskan broadcast message nggak jelas sambil nanya "Ini bener nggak sih?" ke grup berarti kita belum menggunakan informasi dengan efektif hehehe..

Terakhir, bonus tips dari saya supaya nggak baper kalo liat post orang tua lain di  media sosial. Bijaklah memandang timeline media sosial. Kita bisa mulai dengan memilah siapa yang kita follow. Follow orang-orang yang memiliki persamaan dengan kita dan melihat keberhasilan mereka mengasuh anak bisa meningkatkan rasa percaya diri sebagai orang tua karena kita bisa belajar dari pengalaman mereka (Lahart, Kelly, & Tangney, 2009). Di sisi lain, kalau ada post orang yang bikin kita ngerasa "salah" atau "gagal" atau "payah" dalam menjadi orang tua, coba cek dulu apakah orang itu serupa dengan kita atau nggak. Kalo (kondisi) orang itu nggak serupa sama kita, ya berarti bukan kita yang payah tapi emang beda aja hehehe.. Misalnya nih, kalau Andien perutnya udah rata 40 hari setelah melahirkan dan saya enggak, ya bukan berarti saya nggak bisa mengurus diri sendiri setelah melahirkan, toh dia memang asalnya petite dan rajin olahraga sedangkan saya sebelum nikah aja udah suka ditawarin duduk di kereta ðŸ˜‚😂😂

Memahami bahwa hanya informasi yang "terpilih" lah yang akan ditampilkan di media sosial seseorang juga membantu kita untuk memandang foto-foto cantik dan captions indah di bawahnya secara lebih proporsional 😊 Saya sendiri lebih suka follow orang-orang yang saya kenal dan punya gambaran yang lebih utuh tentang kehidupannya, atau orang-orang yang nggak saya kenal tapi ngasih cukup informasi di media sosialnya bahwa hidup itu ya ada naik turunnya, bahwa berkeluarga itu ya nggak melulu senang dan super sayang sama anak dan pasangan dan menjadi manusia itu ya artinya belajar terus seumur hidup, kadang melalui kegagalan. Karena begitulah dunia nyata bukan? 😊

Semoga kita semua mau dan bisa melatih kemampuan literasi informasi kita ya, Mama Papa 😊
Dengan mempraktikkan best practice dalam menghadapi hujan informasi sekarang ini, kita juga sedang mencontohkan dan bersiap mengajarkan hal yang sama untuk anak-anak kita lho! Jadi kalau kita ingin anak kita bisa memilah informasi yang ia temui di dunia maya, yuk kita duluan yang jadi contohnya 😄

Referensi:
Lahart, O., Kelly, D., & Tangney, B. (2009). Increasing Parental Self-Efficacy in a Home-Tutoring Environment. IEEE Transactions on Learning Technologies, Vol. 2, No. 2
Spitzer, K., Eisenberg, M. B., & Lowe, C. A. (1998). Information Literacy: Essential Skills for the Information Age. New York: ERIC Publications
Stanford's Key to Information Literacy. Diakses dari http://skil.stanford.edu/intro/research.html pada 24 Februari 2017.
Information Literacy. Diakses dari http://www.p21.org/about-us/p21-framework/264-information-literacy pada 24 Februari 2017.

2 komentar on "Awas Kebanjiran!"