22 September 2019

Tentang Bergerak

Dulu waktu kuliah gw ga pernah ikut aksi. Selain karena dilarang orang tua, juga karena masa kuliah S1 itu masa puncak ketidakpercayaan gw pada negara, pada pemerintah. Mereka terlalu bebal untuk didesak, pikir gw saat itu, jadi buat apa aksi, percuma. Dan gw ga mau melakukan apa yang gw yakini percuma.

Tahun 2006-2007 adalah masa di mana gw sungguh-sungguh berupaya untuk keluar, pergi dari Indonesia. Dua kali gw daftar program untuk pertukaran pelajar/double degree ke luar negeri, dan dua-duanya gagal.

Kayaknya dua kegagalan itu yang bikin gw berpikir, pasti ada rencana Allah kenapa gw diletakkan di sini, di Indonesia. Kemarahan dan kebencian gw pun berganti jadi pertanyaan dan kegelisahan, "Apa yang bisa gw berikan?"

Sepuluh tahun kemudian, kesimpulan yang sama hadir di percakapan gw dan suami. Waktu itu panas Pilkada DKI, tak sedikit yang gerahnya sudah sampai muak dan memutuskan ingin pergi. Di mobil kami waktu itu, kami sepakat, pasti ada rencana Allah kenapa kami diletakkan di sini, di Indonesia. Berkontribusi di sini adalah kewajiban. Pun ada rencana tinggal di luar negeri, itu sementara saja dan untuk menambah ilmu supaya bisa semakin bermanfaat saat kembali.

Hari-hari belakangan ini rasanya kayak menuju reformasi, versi lebih modern dan digital. Degdegan sih aslik, kayak nunggu akan segede apa ini riak pergerakan, dan seberapa besar dampaknya. Plus seberapa rusuh keadaan. Ada kengerian tentang itu sih, harus diakui itu paling bikin degdegan.

Gw tetap nggak turun ke jalan tahun ini, karena punya bayi. Gw juga tetap cenderung nggak percaya sama pemerintah, tapi gw nggak lagi menganggap turun aksi atau tanda tangan petisi itu percuma. Turun aksi, tanda tangan petisi, memanfaatkan media sosial untuk agitasi, dan berdonasi untuk perlawanan, kalaupun tidak mengubah keadaan, buat gw adalah pembuktian. Biarlah nanti tindakan-tindakan itu yang bersaksi, ada di mana kita saat terjadi kezhaliman.

Allah tidak tidur.
Sebagaimana penguasa zhalim akan dimintai pertanggungjawaban, begitu pula kita.

Dan di samping semua perlawanan, hidup harus terus berjalan. Apapun yang sedang kita kontribusikan, lanjutkan. Kadang gw merasa ciut, kok isu yang jadi perhatian gw atau apa yang gw kerjakan sehari-hari kayanya kurpen ya, tapi lalu sadar kalo semua bisa paralel, dan nggak ada peran yang sia-sia. Niatkan sebagai kontribusi dan usaha untuk bermanfaat buat orang lain, dan lakukan sebaik-baiknya. Allah tahu, Allah selalu tahu :)

Maka bergeraklah,
karena diam berarti mati.
Be First to Post Comment !
Posting Komentar